Posts

Showing posts from 2013

FADHLANKU SAYANG

Image
Selalu seru, ketika mengamati tingkah pasukan kecilku. Ada saja yang membuat kami terus bersemangat untuk belajar dan belajar lagi. Apalagi jika mengikuti polah anakku Fadhlan, 3 tahun 2 bulan. Fadhlan dalam kesehariannya cenderung tidak mau diatur, tidak mau sering disuruh, tidak mudah ditakut-takuti, dan spontan. Tidak mudah untuk meminta dia melakukan sesuatu,apalagi untuk sesuatu yang berulang-ulang. Dia hanya akan melakukan sesuatu pada saat dia memang ingin. Misalnya, sebagian besar anak-anak biasanya dengan senang hati menghitung 1-10 jika dia sudah hafal. Apalagi kalau orang tuanya menyuruh memperlihatkan kepintarannya itu di depan orang lain. Disuruh mengulang beberapa kali pun, mereka mau. Fadhlan hampir bisa dipastikan tidak akan mau melakukan itu. Semanis apa pun cara kita memintanya menyebutkan angka, misalnya, dia tidak akan menyebutkan hingga dia merasa ingin melakukan sendiri. Ketika dia ingin, bisa saja tiba-tiba Fadhlan akan meneriakkan angka 1-10. Saat mencoba meng

PAPER CITY PAYAKUMBUH BUATAN FARREL

Image
web template: madebyjoel.com Membayangkan membuat kota dengan gedung, orang, dan kendaraan dari kertas membuat Farrel sangat bersemangat. Dengan memanfaatkan informasi web keren dari ibu Dini dari Capung Mungil, kami mencoba mempraktekkan di rumah. Asyik, ya, Farrel. Ternyata menggunting, melipat, menyelipkan, dan menata itu butuh konsentrasi dan latihan berulang-ulang. Tapi Farrel menikmati sekali proses ini. Sesekali mengeluh bolehlah hehehe. Farrel menggunting mobil, sepeda, gedung, orang, lampu jalan, dan aneka benda lain. Belum rapi sekali, tapi Farrel sudah berusaha keras. Bahkan, bagi orang dewasa sekali pun, pekerjaan menggunting dan melipat kertas-kertas mungil ini mungkin tak mudah. Kemaren kami sudah melipat mobil. Ternyata, setelah melihat contoh di web-nya, cara melipatnya salah. Jadinya, mobil berdiri kurang kokoh. Kelemahan lain adalah kami mencetak template di kertas biasa yang tipis. Sepertinya akan lebih mudah membuat kertas tegak jika dicetak dengan kertas

SERUNYA MEMBUAT ES JERUK

Image
Sebenarnya rencana proyek ini sudah lama, setelah kami menonton kartun anak Special Agent OSO. Baru hari ini terwujud. Akhirnyaaa, ya, boys. Bahannya sederhana: sirup rasa jeruk (karena tak punya, kami gunakan minuman instant yang berbentuk sachet), air, tusuk gigi (karena tak punya juga, bunda pakai tusuk sate yang dipotong jadi 3), tempat bikin es kecil (wadah bentuk lain juga oke), plastik wrapping atau plastik apa saja yang bisa dipakai untuk tutupan. Caranya: campur air dengan sari jeruk, diaduk rata. Lalu masukkan ke dalam cetakan. Tutup dengan plastik agar tangkai bisa tegak lurus. Terakhir, dinginkan. Sederhana sekali proyek anak-anak ini. Tapi kami menikmati proses pembuatannya yang seru. Mulai penyiapan bahan yang serba kurang, rebutan mengaduk dan memasukkan ke dalam cetakan, hingga memasang tusukan. Farrel dan Fadhlan bersemangat sekali. Soal plastik untuk menutup cetakan, itu Farrel yang mengingatkan. Yang lebih heboh, setelah tusukan dipasang, secara bergantian F

CERITA DI BALIK PAYUNG

Image
Pagi Minggu yang mendung Mereka berdua sedang berbaring di balik payung Kami sedang menunggu ayah di pinggir jalan. Di depan sebuah ruko, terlihat tumpukan kardus bekas yang sudah diikat rapi. Ada dua gerobak di sampingnya. Gerobak itu sekaligus berfungsi sebagai tempat menjemur beberapa potong baju dan celana. Di pojok emperan toko terlihat beberapa peralatan rumah tangga, seperti piring dan panci. Seorang laki-laki sedang sibuk mencukur kumis. Lalu datang seorang ibu yang menggendong anaknya, seorang anak laki-laki berumur setahun. Adik kecil itu menangis, entah karena apa. Dia hanya menunjuk ke satu arah berulang-ulang dan terus menangis. Tangisnya tak kunjung reda. Si ibu, yang duduk di emperan toko, mulai kesal. Dia mencubit tangan si kecil, memukul mulutnya, mendorong-dorong sambil terus mengomel. Mungkin dia kecapekan menenangkan si kecil yang tak kunjung berhenti menangis itu. Tapi cara dia memperlakukan anak kecil yang belum tahu apa-apa itu membuatku marah. Sampai t

SERUNYA BELAJAR BERSAMA

Image
Seru banget kalau membaca dan melihat aktivitas yang dilakukan keluarga yang memilih home schooling untuk anak mereka. Meski ingin, tapi kami merasa belum siap untuk itu. Terus-terang, rasanya belum siap melawan arus, apalagi dengan kemampuan yang pas-pasan (hehehe, apa ini hanya excuses ya?). Yang terpenting sekarang, kami berusaha tetap menjadikan rumah sebagai tempat pendidikan pertama dan utama untuk anak-anak. Sekolah dan lingkungan di luar rumah adalah pendukungnya. Karena itu, di antara kerepotan sehari-hari, kami mencoba mengajak Farrel, Fadhlan, Akram untuk bermain sambil belajar. Jadi mungkin lebih banyak main-mainnya daripada belajar hehehe..... Beberapa waktu yang lalu, Farrel dan adik-adiknya saya ajak membuat flashcard huruf latin. Sebenarnya, saya menunggu jam tidur siang Akram. Tapi berhubung siang itu cerah ceria dan tidak ada yang mengantuk, jadilah kami berempat membuat flashcard (sebenarnya bertiga, adek Akram jadi cheerleader aja). Bahan dan alat yang digunakan

Our Sweet Curly Fadhlan

Image
Punya jagoan kecil yang sifatnya "keras", gampang marah, sering berteriak, tidak takut sama binatang-binatang kecil, susah disuruh diam, dan sederet perangai lainnya kadang memang bikin kepala panas-dingin. Butuh kesabaran segunung dan ketangkasan ekstra untuk mengendalikannya. Kadang harus menahan "malu" karena "keberaniannya" melakukan hal-hal yang di luar dugaan. Kadang berhasil melakukan kompromi, kadang sampai harus adu mulut. Ah, tapi tak sedikit pun semua itu mengurangi sayang dan cinta kami. Takkan pernah. Apalagi saat melihat rambut ikalnya yang menggemaskan dan mulutnya yang manyun-manyun karena asyik merakit robot. Yup, Fadhlan lagi senang-senangnya membuat robot dari lego. Tiada hari tanpa membuat robot aneka bentuk. Sekali waktu, dia menunjukkan sekumpulan robot buatannya. "Bunda tau nggak ini robot apa? Ini ayah, ini bunda, ini abang Farrel, ini adek ( panggilan untuk dirinya), ini adek Akram." Aku tersenyum senang melihat k

Sekolah Ibu

Sudah semakin dekat waktu untuk menentukan sekolah dasar bagi Farrel. Tidak mudah ternyata untuk memutuskan mana yang paling baik. Di sini, sekolah negeri memberikan syarat umur minimal 6 tahun 9 bulan serta wajib bisa baca. Kalau persyaratan ini tak terpenuhi, siap-siap "beli bangku". Angkanya, cukup fantastis menurutku karena setahuku SD negeri tidak mengenal "uang bangku" (seharusnya). Kalau untuk sekolah swasta, pilihan lumayan banyak. Tapi, sekali lagi, sepertinya uang selalu bisa bicara. Makin "bagus" sekolahnya, makin tinggi bayarannya. Pusing. Jadi teringat sekolah tempat ibunda tersayang mengabdi, sebuah SDN nun jauh di pelosok Sumatera Barat. Untuk ukuran di "kampung", secara fisik sudah bagus. Dan yang paling top menurutku adalah pengelolaan sekolahnya. Tidak ada yang namanya uang masuk, uang gedung, atau uang bangku di sana. Tidak ada persyaratan wajib bisa baca baru boleh bersekolah di sana. Jadi tidak harus pintar dulu, baru bisa

Festival Dongeng Pertama Kami

Image
Pagi yang sibuk, karena harus menyiapkan pasukan menuju acara Festival Dongeng Indonesia 2013. Setelah keriwuhan ini-itu, kami sampai di tempat acara, kampus Universitas Indonesia, Depok. Berdasarkan petunjuk, acaranya diadakan di Perpustakaan UI. Meski tidak menguasai seluk-beluk wilayah kampus ini, beruntung tempatnya gampang ditemukan. Dan kesan pertama kami, terutama aku, bangunan perpustakaannya keren. Hehehe, benar-benar bangunan modern yang dirancang unik dan sangat nyaman. Di bagian atasnya (atap), ada rumput-rumput, yang membuat bangunan perpustakaan seperti bukit kecil yang berpintu-pintu. Sayang, nggak sempat berfoto ria, karena anak-anak sudah berlarian ke TKP. Acara dongeng digelar di dua tempat. Pertama, di pelataran perpustakaan yang rindang, dengan view danau cantik. Angin sepoi lumayan membantu di tengah panasnya matahari. Kedua, di kolam apung yang menjorok agak ke tengah danau. Dan, tralala, kami datang persis saat penampilan Pak Raden. Tahu kan Pak Raden itu

Selalu Bahagia Karena Mereka

Ada yang menyejukkan beberapa hari ini. Si abang, 5 tahun 7 bulan, melaksanakan shalat zuhur dan magrib berjamaah di masjid. Aku tahu pasti, modus terselubungnya adalah agar jam main bersama teman-temannya bisa lebih lama. Tapi, menurutku, ini sah-sah sajalah. Yang penting mulai ada kemauan untuk belajar hal yang baik. Soal niat, si kecilku ini, bahkan diriku, butuh proses tentunya. Aku dan si Abang juga membuat komitmen, bahwa setelah shalat selesai, dia harus pulang. Dan, dia menepatinya. Beberapa pekerjaan rumah yang ringan pun sudah diambil alih sulungku. Di antaranya, mengambil jemuran yang sudah kering dan menyuapi adek kecilnya. Si adek tengah, 3 tahun 1 bulan, juga tak kalah membuatku bahagia. Sekarang sudah mau diminta makan sendiri alias tidak disuapi. Meski berantakan dan butuh waktu yang lama, aku bangga padanya. Dia juga mulai teratur buang air di kamar mandi. Si adek juga terlihat bisa berkonsentrasi penuh saat menggambar sesuatu atau merakit lego. Ini sedikit di luar du

Finger Painting yang Bikin Pontang-panting

Image
Sore itu. Badan capek bukan buatan. Seharian mengurus anak-anak dan rumah, yang nyaris tak pernah benar-benar rapi. Tiba-tiba kulihat sesosok tubuh kecil berlari di depan rumah. Baju dan celananya basah serta dipenuhi tanah. Kedua tangannya berwarna putih. Belum sempat aku meraihnya, dia sudah berlari dengan tangan berlumur cairan putih. Ternyata dia baru mengaduk air kapur sisa tukang cat depan rumah. Aku berusaha mengejar sambil berteriak membujuknya agar berhenti. Tapi dia terus berlari sambil tertawa-tawa. Berikutnya, kakiku bertambah lemas saat tangan kecilnya membuat lukisan jari tangannya di mobil tetangga. Bukan satu mobil, tapi tiga mobil yang menjadi media lukisnya.  Aku marah dan langsung membawanya pulang. Kusuruh dia menunggu, mungkin lebih pasnya time out, di kamar karena harus buru-buru membersihkan mobil tetangga yang sudah dilukis anak tengahku itu. Saat memandikannya, setelah setengah jam sebelumnya mandi, aku masih sedikit mengomel. Aku baru tenang saat memakaika

Temukan Titik Lemah Si Dia

Tanpa sengaja menyakiti pasangan (suami atau istri), lalu mengatakan: "Maaf, ya, sayang.....", itu sih sudah "biasa" mungkin. Tapi ada cara lain untuk meminta maaf, selain cara konvensional itu. Memanfaatkan titik lemah pasangan. Maksudnya, mencari-cari kelemahan si dia? Iya. Titik lemah yang saya maksudkan adalah hal-hal kecil yang disukai pasangan kita, yang bisa membuat dia bahagia sepanjang masa hehe.... Dan ini memerlukan pengamatan yang jeli dan proses uji coba berulang kali. Taktik minta maaf, yang sedikit berbau sogokan ini, lumayan efektif di antara kami. Saya, misalnya, punya dua titik lemah. Toko buku dan nasi bungkus Simpang Raya. Si dia sudah tahu soal ini dan sering memanfaatkannya. Dan, tanpa sadar, saya pun sering jadi bertekuk lutut. Pernah, suatu kali, dia harus pergi ke suatu acara kantor dan membatalkan acara bersama saya dan anak-anak. Saya kesal dan memilih diam, plus sedikit cemberut sebenarnya hehe.... Sesampainya di rumah, dia bicara kepad

Sepotong Ikan Yang Membahagiakan

Ternyata, memang benar adanya bahwa bahagia itu tak selalu segaris lurus dengan sesuatu yang mahal, megah, besar, keren, atau sebutan berharga lainnya. Bahagia itu bisa datang karena sesuatu yang sederhana, kecil, murah, dan, mungkin, tidak keren. Dari sepotong ikan pun bisa berakhir bahagia. Ceritanya, ada seorang suami yang dapat jatah makan siang. Lauknya ada dua: ayam dan pepes ikan. Lauk pertama, dia habiskan. Lauk kedua dia bungkus lalu dibawa pulang. Katanya, dia ingat ada perempuan manis pecinta ikan sejati di rumahnya. Makanya sepotong ikan pepes itu dibawa pulang untuk dinikmati sang istri, si penyuka ikan. Dan, dengan berbinar bahagia, si istri menerima hadiah istimewa itu. Ah, cuma sepotong ikan yang dipepes. Ikan kembung lagi. Salah satu ikan yang murah meriah. Tapi ternyata bagi sang istri, ini bukan hanya soal ikan. Ini soal perhatian dan cinta. Manalah mungkin tanpa perhatian dan cinta, ikan itu akan sampai di rumah. Dan ini tidak terjadi sekali dua kali, berkali-kali

Memupuk Cinta Kala Lelap

Ada rutinitas syahdu yang kujalani saat malam semakin larut. Memandangi lekat-lekat tubuh-tubuh mungil, yang terbaring lelah di tempat tidur. Seharian mereka sangat sibuk. Berlari, bermain, berteriak, berkelahi, belajar, menangis, tertawa, berguling-guling. Ah, banyak sekali yang mereka kerjakan. Kini tiba saatnya untuk merebahkan badan dan bermimpi. Dengan mulut yang kadang setengah terbuka, kadang mereka tersenyum dalam tidur. Kadang mengigau, lalu terbangun, lalu tidur lagi. Inilah saatnya aku berkesempatan untuk melihat sepuasnya keadaan mereka. Melihat baret bekas luka karena terbentur tembok atau jatuh saat lari di jalan. Melihat alis mata yang tebal dan rapi terlukis indah dekat mata. Memperhatikan, kalau bisa sekalian membersihkan, kotoran yang mengering di hidung dan telinga. Hehe.....ini dia yang tak bisa kulakukan saat mereka terbangun. Sulit sekali membujuk mereka untuk membersihkan telinga dan hidung. Dengan berbagai alasan, mereka akan menolak telinga dan hidungnya disen

Nyamannya Salat di Kota Kasablanka

Setiap ada keperluan di tempat umum di kota tercinta ini, selalu ada masalah untuk menemukan kamar kecil yang bersih, tempat menyusui, dan tempat parkir. Apalagi di tempat umum bernama mal atau pusat belanja, pas weekend pula. Dan yang paling menyedihkan, menurut saya, adalah sulitnya menemukan tempat salat yang bersih dan nyaman. Yang umum disediakan mal adalah "musala" ukuran 4×5 meter, di bagian pojok paling belakang bangunan mal, dengan sekat pembatas ala kadarnya. Mukena dan perlengkapan seadanya. Tempat berwudhu seadanya. Pokoknya serbaminimalis. Belakangan, memang ada beberapa mal yang mulai memperhatikan soal tempat menunaikan ibadah ini. Ukuran musalanya agak besar, meski masih berada di pojok yang paling belakang. Atau ada yang menyediakan tempat salat terbuka yang cukup luas, tapi bersebelahan langsung dengan parkir sepeda motor. Kebayang kan betapa berisik dan hebatnya polusi yang harus ditanggung saat salat. Aduh..... Tapi, saya menemukan kesyahduan, yang sanga

Belajar tanpa Anak

Baru saja, saya tercenung melihat iklan sebuah acara seminar parenting. Temanya bagus dan sangat pas dengan perkembangan terkini, tentang anak dan gadget. Tapi ada satu kalimat di bagian bawah yang membuat saya menarik nafas karena kecewa. "Tidak diperkenankan membawa anak". Sebuah persyaratan yang sungguh tak bisa dipenuhi oleh seorang ibu seperti saya, ibu dengan tiga balita. Artinya, mungkin seminar ini hanya ditujukan bagi orang tua yang: pertama, tidak punya anak; kedua, orang tua yang punya anak tapi bisa menitipkan anaknya kepada asisten atau nenek-kakek; ketiga, ibu yang tidak punya bayi yang harus menyusui atau yang menyusui tapi bisa memompa asi untuk si anak. Intinya lagi, seminar ini bisa diikuti oleh orang tua yang "tanpa anak". Sebesar apa pun ingin saya untuk belajar lewat seminar ini, saya takkan bisa memenuhi persyaratan itu. Kalau mau ikut, ya saya harus memikirkan cara untuk "mengesampingkan" anak-anak saya dulu. Teringat tentang cerit

Rapor Ceria Sang Juara

Image
Seru... Hari ini sulungku menerima laporan hasil belajarnya di sekolah. Tapi suasana yang terasa beda sekali dengan waktu diriku menerima rapor dulu. Waktu sekolah dulu, hari penerimaan rapor adalah hari yang sangat mendebarkan. Bagaimanakan nilaiku? Adakah nilai merahnya? Dapat rangking berapa ya? Kalau nilaiku turun, betapa malu sama orang tua dan teman. Begitulah. Tapi semuanya sungguh berbeda hari ini, saat hari penerimaan rapor anakku di TK. Yang terlihat jelas adalah keceriaan. Semua tersenyum tanpa beban. Acara penerimaan rapor diawali dengan pentas seni. Sulungku ikut berpartisipasi dalam drama musikal "Pasukan Bergajah". Tema ini terkait dengan salah satu hafalan surat yang dipelajarinya di sekolah, yakni surah Al-Fiil. Senangnya, melihat anak-anak yang riang menjadi Raja Abrahah, gajah, dan burung ababil. Lugu dan lucu. Apalagi, soundtrack drama musikal itu adalah lagu favorit si Abang, yang dinyanyikan lebih dari 20 kali sehari selama berbulan-bulan. Saat anak-a

Aku, Lada, dan Cemburu

Perlukah ada cemburu dalam sebuah pernikahan? Sepertinya perlu, menurut saya. Dalam takaran yang pas pastinya. Seumpama peran lada dalam masakan (di luar kue dan puding ato es campur serta teman-temannya). Tidak wajib memang ada lada. Tapi kalau masakan dibubuhi lada, rasanya akan lebih segar. Sensasinya bisa beda. Sedikit saja, tak perlu berlebihan. Kalau berlebihan, malah bisa mengundang penyakit. Begitu pula cemburu, lagi-lagi ini menurut saya. Sedikit cemburu sepertinya bisa membuat hubungan terasa lebih hangat. Kenapa begitu? Ya, saya pikir, pada saat cemburu muncul, secara tak langsung ada perasaan yang dirasakan, tapi mungkin tak terucap. Seperti, aku sayang sama kamu. Kamu itu istri/suamiku yang sah. Aku tak mau kamu berpaling pada yang lain, meski sejenak. Kamu sangat berharga bagiku. Kamu adalah milikku yang cantik/tampan, yang tidak boleh digoda oleh yang lain. Dan seterusnya. Gombal, ya? Tapi senang kan ya, merasa dicemburui karena dicintai? Coba, kalau cemburu nol perse

Rindu untuk Datuk

Lelaki itu pendiam. Sangat pendiam. Hanya sesekali dia bersedia berbicara panjang. Dengan orang tertentu dan pada waktu tertentu saja. Selebihnya, beliau bisa diam dalam waktu yang sangat lama. Mengenal beliau selama kurang-lebih 7 tahun, bisa dihitung dengan jari beliau bicara banyak denganku. Ada dua topik kesukaan beliau: tentang koruptor dan bisnis. Beliau bisa sangat berapi-api jika bicara tentang topik tersebut. Dari seorang yang pendiam, beliau berubah jadi tukang ngobrol. Setelah itu, diam lagi... Tapi, jangan ditanya soal cintanya kepada keluarga. Dari muda, beliau sudah membantu orang tuanya membesarkan dan membiayai adik-adiknya. Bekerja keras menjadi pedagang kaki lima, jauh dari kampung halaman. Tak heran, di mata adik-adiknya, beliau adalah pahlawan. Untuk anak-anak dan istri tersayang? Itu apalagi. Beliau punya cara sendiri mencintai mereka. Bukan dengan kalimat "aku sayang kamu". Dengan tangan dingin, beliau membesarkan mereka. Mencukupi apa yang seharusnya.

Semoga Semakin Cinta

1 Juni 2007 - 1 Juni 2013..... Masih seumur jagung, kalau orang bilang. Baru permulaan untuk sebuah langkah panjang, begitu kata orang tua. Bagi saya, meski masih sangat muda, perjalanan bernama pernikahan ini sudah dipenuhi dengan warna-warni. Warna-warni itu ada kalanya indah bak pelangi, hingga membuat hati berbunga-bunda. Namun, ada waktunya warna-warni itu justru membuat sudut hati terluka. Tentu saja harus seperti itu. Bukankah selalu ada dua sisi mata uang? Ada terang, ada gelap. Ada senang, ada susah. Begitulah... Bisa dibayangkan, dua orang yang awalnya sama sekali tak kenal, lalu menjadi kenal, terus saling jatuh cinta. Hingga akhirnya sepakat untuk mengikat janji di hadapan Allah. Lalu dimulailah babak kehidupan baru. Setahun pertama adalah hari-hari berdua saja. Masih berasa madu, sangat madu. Sesekali muncul masalah, tapi masih ringan (atau dianggap ringan). Banyak maklum yang muncul. Maklum, baru menikah. Maklum, masih muda. Maklum, baru membina rumah tangga. Maklum, b

Tentang Seseorang

Image
Belasan tahun silam, di sebuah dapur. Seorang gadis manis yang sedang bersemangat berkuliah dan sangat aktif di berbagai kegiatan sosial sedang berkoar di depan ibu dan adik perempuannya. Gadis: "Pokoknya abis kuliah, harus berkarier dulu. Setelah itu baru mikirin nikah. Aktualisasi diri dululah." Adik: "Trus, nikahnya kapan?" Gadis: "Di atas 35 (tahun)." Adik: "Tapi, ntar kalau dah nikah harus bisa masak ya." Gadis: "Ya, ga harus dong. Restoran banyak, warung banyak. Tinggal pesan, jadi." Ibu: "Jangan begitu. Pasti suatu saat, ada masanya suamimu nanti mau kau yang masak, bukan orang di restoran. Jadi, tetap harus belajar." Gadis: "Iya, deh. Belajarnya nanti saja. Sekarang, bantu-bantu iris bawang saja, ya, Bu?" Beberapa waktu yang lalu, di sebuah dapur. Seorang perempuan manis sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya. Dia terlihat terburu-buru karena memang semuanya harus beres se

Bundaku Idolaku

Jadi ibu harus tambah pintar setiap hari. Tambah kreatif, tambah sabar, tambah semangat, tambah kuat. Bagaimana tidak? Di mata buah hati yang imut-imut itu, sang ibu adalah manusia super, yang bisa melakukan hal-hal yang mereka butuhkan. Ada waktunya, si ibu bisa berubah menjadi Handy Manny, si ahli reparasi, yang bisa memperbaiki mainan kesayangan mereka. Lem sana-sini. Selotip kiri-kanan. Atau sekadar untuk mengganti baterai pesawat mainan. Lain waktu, ibu bisa berubah jadi chef dadakan, yang menerima aneka pesanan. Jangan khawatir, pesanan konsumen imut-imut itu tidak sulit kok, cuma kebanyakan variasi saja. Kadang spageti, besok bubur kacang hijau. Sekarang jasuke alias jagung rebus pakai susu dan keju, dua hari lagi puding. Suatu kali minta pisang goreng, lain hari minta dibuatkan martabak mi. Ada saja yang dipesan. Mau tak mau, si ibu pasti jadi bolak-balik mencari resep di internet, majalah, tabloid, atau tukar-tukaran resep dengan tetangga. Intinya, biar jadi superchef, yang d

TINGKAHMU, BAHAGIAKU

Image
Selalu ada cerita tentang anak-anak bujangku. Termasuk dari Abang-Adek Fadhlan, anakku yang nomor dua. Artinya, dia jadi adik sekaligus jadi abang karena punya abang dan adik. Hehehe...bingung, kan, manggilnya? Sama “membingungkannya” dengan tingkah anak bujangku yang satu itu. Membingungkan sama dengan menggemaskan serta segaris lurus dengan membuatku terkikik-kikik (bahasanya aneh, ya, hehehe). Umurnya dua setengah tahun. Setiap pagi, setelah bangun dari tempat tidur, dengan kepala kusut masai, karena rambutnya yang sangat keriting, dia tergopoh-gopoh menuju meja makan. Mencari minuman. Jika yang ada hanya gelas kosong, dia langsung menuju dispenser lalu mengisi gelas itu. Kemudian, glek, glek, glek (sengaja kutulis glek karena memang setiap dia minum selalu berbunyi). Ahhh, lalu gelas itu ditaruh. Barulah dia menyapaku.  Aku selalu menyukai pemandangan pagi yang lucu itu. Karena setelah itu, aku akan memeluk dan menciumnya. Bau keringat bercampur aneka bau lain. Hmmm,

Dia Sedang Belajar Jujur

Image
Suatu kali sepulang sekolah... Aku melihat sebuah mainan di dalam tas si sulung. Seperti sebuah ujung stetoskop mainan. Tapi, seingatku, mainan tersebut belum pernah kulihat sebelumnya. Ini berarti, mainan itu bisa jadi bukan milik anakku. Ya, sudah. Nanti saja kutanyakan. Sore hari... Si Abang memamerkan mainan yang tadi kulihat di tasnya. Abang: "Tadi Abang beli mainan ini pake uang warna ungu, yang Bunda kasih tadi." Maksudnya, uang Rp 10 ribu. Bunda: "Lho, kan uangnya untuk ditabung di sekolah, Bang?" Abang: "Iya, tapi Abang beli ini." Bunda: "Berarti tadi Abang ga nabung, ya? Kok, di buku tabungannya ada ditulis nabung?" Abang: (Mulai kebingungan, terus diam) Bunda: "Mainannya beli di mana?" (Aku tahu pasti di sekolahnya tidak ada penjual apa pun, termasuk penjual mainan) Aku tersenyum melihat sulungku bingung. Mungkin sedang memikirkan sesuatu. Akhirnya, Abang: "Tadi Abang lagi maen balok-balokan di seko

Menjadi Juara di Antara Kekalahan

Di tengah hiruk-pikuk pekerjaan rumah tangga yang tak berujung, saya mencoba membangun semangat untuk belajar menulis lagi. Dan untuk penyemangat sekaligus pengasah keterampilan menulis, saya mengikuti beberapa lomba penulisan. Tentu saja, saya juga menyimpan harapan bisa memenangi perlombaan itu, minimal salah satu. Saya pikir, mungkin saya akan lebih percaya diri menulis saat tulisan saya menjadi juara. Yah, siapa yang tidak senang saat tulisannya diakui oleh pihak lain. Ternyata, Allah punya ketetapan sendiri. Tak satu pun tulisan saya yang menang. Sedih? Tentu saja. Patah semangat? Iya. Pesimis? Yup. Dan sederet perasaan negatif lain bermunculan. Begitu burukkah apa yang saya tulis? Mengapa saya tidak diberikan kesempatan menang walau sekali? Bersyukur, dalam keterpurukan hati itu, saya memiliki seseorang yang menganggap saya adalah juara. Dialah yang terus menyemangati saya agar terus berkarya. Toh, kalah atau menang tidak selalu berkaitan dengan baik atau buruknya karya seseor

Cinta Dalam Sepotong Makaroni

Image
Kalau untuk urusan masak-memasak, jujur saja, saya bukanlah ahlinya. Tapi ada satu hal yang tetap saya jaga hingga sekarang,  yakni semangat untuk terus mencoba dan mencoba. Apalagi, untuk urusan makanan, anak-anak moody sekali. Jadi, mau tak mau saya harus berusaha keras untuk membuat makanan yang bervariasi dengan segala keterbatasan kemampuan dan fasilitas hehe. Seperti yang saya lakukan pagi ini. Saya mencoba, untuk yang kesekian kali, membuat makaroni panggang. Bahan yang tersedia kurang lengkap, kalau mengacu pada resep yang saya baca. Yang ada hanya makaroni, bawang putih, telur, bakso, susu bubuk, lada, dan garam. Bahan utama seperti keju dan bawang bombai tidak ada. Kornet atau daging asap? Not available. Ah, tak apa-apa. Lanjutkan. Lalu saya membuat makaroni panggang ala saya sendiri di dalam loyang, yang dipanggang di atas kompor (berhubung belum punya oven hehe). Taraaa, makaroni panggang akhirnya matang, dengan warna hitam yang sedikit mencolok di bagian bawahnya. He

Sehat Itu Menyenangkan

Judul film: Doc McStuffins Produksi: Brown Bag Films Belajar tentang hidup sehat itu ternyata sama sekali tidak rumit, ya? Apalagi belajar bersama Doc McStuffins dan teman-temannya. Seru! Siapa yang tidak ingin berkenalan dengan dokter kecil nan imut dan empat boneka kesayangannya: Chilly si boneka salju yang lugu, Stuffy si naga biru yang cerewet, Lambie si domba cantik yang penyayang, dan Hallie si kuda nil yang pintar. Dikisahkan, ada seorang anak perempuan berumur 6 tahun bernama Dottie McStuffins. Dia bercita-cita menjadi seorang dokter, sama seperti ibunya. Jika dia memakai stetoskop (mainan tentu saja), maka semua mainan yang ada di sekelilingnya menjadi  "hidup" dan bisa berkomunikasi dengan Doc, panggilan untuk Dottie. Saat itulah, dia akan menjadi dokter yang siap mengobati pasiennya. Apa saja yang dilakukan Doc yang satu ini? Sama seperti yang dilakukan dokter sungguhan: memeriksa, mendiagnosa, lalu mengobati. Bedanya, pasien Doc adalah aneka mainan. Keluhanny