Posts

Showing posts from May, 2013

Tentang Seseorang

Image
Belasan tahun silam, di sebuah dapur. Seorang gadis manis yang sedang bersemangat berkuliah dan sangat aktif di berbagai kegiatan sosial sedang berkoar di depan ibu dan adik perempuannya. Gadis: "Pokoknya abis kuliah, harus berkarier dulu. Setelah itu baru mikirin nikah. Aktualisasi diri dululah." Adik: "Trus, nikahnya kapan?" Gadis: "Di atas 35 (tahun)." Adik: "Tapi, ntar kalau dah nikah harus bisa masak ya." Gadis: "Ya, ga harus dong. Restoran banyak, warung banyak. Tinggal pesan, jadi." Ibu: "Jangan begitu. Pasti suatu saat, ada masanya suamimu nanti mau kau yang masak, bukan orang di restoran. Jadi, tetap harus belajar." Gadis: "Iya, deh. Belajarnya nanti saja. Sekarang, bantu-bantu iris bawang saja, ya, Bu?" Beberapa waktu yang lalu, di sebuah dapur. Seorang perempuan manis sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya. Dia terlihat terburu-buru karena memang semuanya harus beres se

Bundaku Idolaku

Jadi ibu harus tambah pintar setiap hari. Tambah kreatif, tambah sabar, tambah semangat, tambah kuat. Bagaimana tidak? Di mata buah hati yang imut-imut itu, sang ibu adalah manusia super, yang bisa melakukan hal-hal yang mereka butuhkan. Ada waktunya, si ibu bisa berubah menjadi Handy Manny, si ahli reparasi, yang bisa memperbaiki mainan kesayangan mereka. Lem sana-sini. Selotip kiri-kanan. Atau sekadar untuk mengganti baterai pesawat mainan. Lain waktu, ibu bisa berubah jadi chef dadakan, yang menerima aneka pesanan. Jangan khawatir, pesanan konsumen imut-imut itu tidak sulit kok, cuma kebanyakan variasi saja. Kadang spageti, besok bubur kacang hijau. Sekarang jasuke alias jagung rebus pakai susu dan keju, dua hari lagi puding. Suatu kali minta pisang goreng, lain hari minta dibuatkan martabak mi. Ada saja yang dipesan. Mau tak mau, si ibu pasti jadi bolak-balik mencari resep di internet, majalah, tabloid, atau tukar-tukaran resep dengan tetangga. Intinya, biar jadi superchef, yang d

TINGKAHMU, BAHAGIAKU

Image
Selalu ada cerita tentang anak-anak bujangku. Termasuk dari Abang-Adek Fadhlan, anakku yang nomor dua. Artinya, dia jadi adik sekaligus jadi abang karena punya abang dan adik. Hehehe...bingung, kan, manggilnya? Sama “membingungkannya” dengan tingkah anak bujangku yang satu itu. Membingungkan sama dengan menggemaskan serta segaris lurus dengan membuatku terkikik-kikik (bahasanya aneh, ya, hehehe). Umurnya dua setengah tahun. Setiap pagi, setelah bangun dari tempat tidur, dengan kepala kusut masai, karena rambutnya yang sangat keriting, dia tergopoh-gopoh menuju meja makan. Mencari minuman. Jika yang ada hanya gelas kosong, dia langsung menuju dispenser lalu mengisi gelas itu. Kemudian, glek, glek, glek (sengaja kutulis glek karena memang setiap dia minum selalu berbunyi). Ahhh, lalu gelas itu ditaruh. Barulah dia menyapaku.  Aku selalu menyukai pemandangan pagi yang lucu itu. Karena setelah itu, aku akan memeluk dan menciumnya. Bau keringat bercampur aneka bau lain. Hmmm,

Dia Sedang Belajar Jujur

Image
Suatu kali sepulang sekolah... Aku melihat sebuah mainan di dalam tas si sulung. Seperti sebuah ujung stetoskop mainan. Tapi, seingatku, mainan tersebut belum pernah kulihat sebelumnya. Ini berarti, mainan itu bisa jadi bukan milik anakku. Ya, sudah. Nanti saja kutanyakan. Sore hari... Si Abang memamerkan mainan yang tadi kulihat di tasnya. Abang: "Tadi Abang beli mainan ini pake uang warna ungu, yang Bunda kasih tadi." Maksudnya, uang Rp 10 ribu. Bunda: "Lho, kan uangnya untuk ditabung di sekolah, Bang?" Abang: "Iya, tapi Abang beli ini." Bunda: "Berarti tadi Abang ga nabung, ya? Kok, di buku tabungannya ada ditulis nabung?" Abang: (Mulai kebingungan, terus diam) Bunda: "Mainannya beli di mana?" (Aku tahu pasti di sekolahnya tidak ada penjual apa pun, termasuk penjual mainan) Aku tersenyum melihat sulungku bingung. Mungkin sedang memikirkan sesuatu. Akhirnya, Abang: "Tadi Abang lagi maen balok-balokan di seko

Menjadi Juara di Antara Kekalahan

Di tengah hiruk-pikuk pekerjaan rumah tangga yang tak berujung, saya mencoba membangun semangat untuk belajar menulis lagi. Dan untuk penyemangat sekaligus pengasah keterampilan menulis, saya mengikuti beberapa lomba penulisan. Tentu saja, saya juga menyimpan harapan bisa memenangi perlombaan itu, minimal salah satu. Saya pikir, mungkin saya akan lebih percaya diri menulis saat tulisan saya menjadi juara. Yah, siapa yang tidak senang saat tulisannya diakui oleh pihak lain. Ternyata, Allah punya ketetapan sendiri. Tak satu pun tulisan saya yang menang. Sedih? Tentu saja. Patah semangat? Iya. Pesimis? Yup. Dan sederet perasaan negatif lain bermunculan. Begitu burukkah apa yang saya tulis? Mengapa saya tidak diberikan kesempatan menang walau sekali? Bersyukur, dalam keterpurukan hati itu, saya memiliki seseorang yang menganggap saya adalah juara. Dialah yang terus menyemangati saya agar terus berkarya. Toh, kalah atau menang tidak selalu berkaitan dengan baik atau buruknya karya seseor

Cinta Dalam Sepotong Makaroni

Image
Kalau untuk urusan masak-memasak, jujur saja, saya bukanlah ahlinya. Tapi ada satu hal yang tetap saya jaga hingga sekarang,  yakni semangat untuk terus mencoba dan mencoba. Apalagi, untuk urusan makanan, anak-anak moody sekali. Jadi, mau tak mau saya harus berusaha keras untuk membuat makanan yang bervariasi dengan segala keterbatasan kemampuan dan fasilitas hehe. Seperti yang saya lakukan pagi ini. Saya mencoba, untuk yang kesekian kali, membuat makaroni panggang. Bahan yang tersedia kurang lengkap, kalau mengacu pada resep yang saya baca. Yang ada hanya makaroni, bawang putih, telur, bakso, susu bubuk, lada, dan garam. Bahan utama seperti keju dan bawang bombai tidak ada. Kornet atau daging asap? Not available. Ah, tak apa-apa. Lanjutkan. Lalu saya membuat makaroni panggang ala saya sendiri di dalam loyang, yang dipanggang di atas kompor (berhubung belum punya oven hehe). Taraaa, makaroni panggang akhirnya matang, dengan warna hitam yang sedikit mencolok di bagian bawahnya. He

Sehat Itu Menyenangkan

Judul film: Doc McStuffins Produksi: Brown Bag Films Belajar tentang hidup sehat itu ternyata sama sekali tidak rumit, ya? Apalagi belajar bersama Doc McStuffins dan teman-temannya. Seru! Siapa yang tidak ingin berkenalan dengan dokter kecil nan imut dan empat boneka kesayangannya: Chilly si boneka salju yang lugu, Stuffy si naga biru yang cerewet, Lambie si domba cantik yang penyayang, dan Hallie si kuda nil yang pintar. Dikisahkan, ada seorang anak perempuan berumur 6 tahun bernama Dottie McStuffins. Dia bercita-cita menjadi seorang dokter, sama seperti ibunya. Jika dia memakai stetoskop (mainan tentu saja), maka semua mainan yang ada di sekelilingnya menjadi  "hidup" dan bisa berkomunikasi dengan Doc, panggilan untuk Dottie. Saat itulah, dia akan menjadi dokter yang siap mengobati pasiennya. Apa saja yang dilakukan Doc yang satu ini? Sama seperti yang dilakukan dokter sungguhan: memeriksa, mendiagnosa, lalu mengobati. Bedanya, pasien Doc adalah aneka mainan. Keluhanny

Tak Henti Bersyukur Karena ASI

Pernah dengar obrolan begini?: "Wah, anak ibu itu gemuk banget, ya? Dikasih susu apa, ya?" "Katanya minum susu formula rajin banget. Dua hari bisa habis 900 gram. Gemes, ya. Anakku, kok, ga kayak gitu, ya?" Lalu berlanjutlah obrolan tentang susu formula apa yang paling bagus untuk anak-anak. Bla, bla, bla.... Duhai, dulu saya hampir ikut-ikutan kelompok yang mengidolakan susu formula. Bersyukur, saya dikelilingi juga oleh orang-orang yang tak henti mendukung "gerakan" cinta ASI (hehe, ini istilah saya, ya), terutama suami. Dan semakin saya tahu kehebatan ASI, semakin saya bertekad untuk sepenuhnya berusaha sekuat jiwa raga untuk memberikannya bagi anak-anak. Betapa tidak, ASI "diracik" oleh Yang Maha Sempurna. Jadi tidak ada yang perlu heran kalau kandungan ASI sempurna. Kandungannya sesuai untuk metabolisme anak. Dan yang membuat saya tidak perlu khawatir lagi karena anak-anak saya yang tidak gemuk gempal adalah semua unsur ASI diserap ole

Lihat Aku, Bunda

Image
Karena merasa punya waktu yang sangat terbatas untuk membaca dan menulis, aku punya trik agar tetap bisa melakukan hobiku itu. Salah satunya adalah membaca atau menulis di saat menggendong dan menyusui bayiku yang baru berusia lima bulan. Agak repot sebenarnya karena agak mengurangi kenyamanan si kecil. Tapi apa daya, aku harus mencari celah di antara waktu yang sempit. Awalnya, tak bermasalah dan berhasil. Aku bisa melakukan yang kusuka, sementara si kecil asyik-asyik saja. Namun, belakangan timbul masalah. Bayiku tersayang mulai memprotes aktivitasku ini. Dia mulai sering menangis kalau aku membaca sambil menggendongnya. Atau dia tiba-tiba berhenti menyusu ketika aku sibuk menulis sesuatu. Wajahnya mulai tak ramah. Cemberut. Tanpa senyum. Lebih parah lagi, kadang dia menangis sekencang-kencangnya. Aku jadi berpikir. Sepertinya ada yang salah dengan apa yang kulakukan selama ini. Menggendong sambil membaca. Menyusui sambil menulis. Ah, aku jadi merasa bersalah. Bayiku jadi tidak

Bangga Padamu, Nak

Suatu siang di sebuah pusat perbelanjaan di Kemang. Ada pameran mainan Iron Man. Anak-anak berlarian di antara mainan dan replika robot yang sedang booming itu. Tiba-tiba, anakku mengambil sesuatu. Abang: Bun, mau beli ini Bunda: Apa itu, Bang? Abang: Pesawat (Kuperhatikan lebih dekat mainan itu. Pesawat kecil dari bahan plastik. Harganya, 250 ribu.) Bunda: Nggak usah ya, Bang. Harganya mahal banget. Mending uangnya buat yang lain. Abang: Nggak. Maunya ini. Lalu terjadilah peristiwa yang dramatis hehe....Si abang tetap memegang mainannya. Sama sekali tak mau melepaskannya. Aku berusaha meminta dengan cara baik-baik. Pegangannya semakin kencang. Kukeluarkan segala argumentasi yang kuharap bisa menyentuhnya. Dia tetap keukeh. Akhirnya kukeluarkan kalimat penutup: "Bunda nggak mau beliin mainan itu. Harganya mahal. Dan bunda nggak mau beli mainan mahal. Mending kita beli buku aja ya. Sekarang kita makan dulu." Sambil tanganku mengambil mainan itu dari tangannya dengan c

Aku Tidur Sendiri

Ajib......Jagoanku yang nomor satu dan nomor dua sekarang sudah bisa tidur sendiri. Yeayyy....sudah dua hari. Sebuah prestasi yang membanggakan? Iya dong....karena sudah cukup lama kami mengusahakan agar mereka belajar tidur sendiri. Selama ini belum berhasil. Walhasil, kami tidur berlima dalam satu kamar, bahkan satu tempat tidur. Hingga beberapa hari yang lalu, aku dan suami merencanakan sesuatu. Pertukaran kamar. Ya, kamar kami menjadi kamar anak-anak dan kamar mereka menjadi kamar kami. Tentu saja, perlengkapan kamar juga berpindah tempat. Sang ayahlah yang berperan besar dalam hal ini. Maksudnya, beliau yang dengan susah-payah memindahkan barang-barang ukuran besar. Dorong sana-sini, mencari tempat yang pas karena ruang yang terbatas. Mengepel lantai yang kotor, memasang kabel listrik yang harus ditambah sekian meter, dan membereskan pernak-pernik yang lumayan banyak. Kalau pernak-pernik, jadi tanggung jawabku...hehehe. Lumayan menguras waktu dan tenaga. Tapi hasilnya, memuask

Satu Tubuh, Seribu Indera

Sungguh, sama sekali tak bisa dibantah, menjadi ibu dan sibuk berkutat mengurus keluarga dan rumah membuatku harus belajar secara fisik dan mental. Belajar sabar tak berbatas, belajar melayani, belajar memaklumi, belajar kompromi, belajar menepati komitmen, dan sejuta pelajaran tak terlihat lainnya. Kalau yang sifatnya fisik? Jumlahnya, susah dihitung juga. Dan, yang luar biasa, menurutku, adalah adalah belajar melakukan banyak hal sekaligus dalam satu waktu. Bagaimana tidak? Dalam satu waktu, seorang ibu yang sedang beraktivitas di rumah dituntut untuk melakukan hal lain dalam waktu bersamaan. Betapa ini butuh konsentrasi tingkat tinggi.   Saat sedang sibuk mengaduk-aduk nasi goreng di wajan, mata si ibu bisa saja sedang mengawasi si bayi yang sedang sibuk sendiri dengan mainannya. Lalu pada saat yang sama, telinganya juga harus awas karena si sulung sedang asyik bernyanyi-nyanyi sendiri di atas meja. Lalu tiba-tiba, bisa saja, sang suami minta tolong untuk mengambil sesuatu. Ini mas

Suplemen Cinta

Jadi semakin yakin, bahwa suplemen terbaik sebelum seorang suami berangkat ke kantor adalah tawa riang anak-anak, senyum manis istri, cium tangan anak-istri, plus usapan lembut di tangan dan punggung. Teriring doa yang sangat indah untuk si dia. Kalau suplemen itu lengkap didapatkan, maka perjalanan jauh terasa dekat, pusing hilang, semangat membara, dan, pastinya, pengen cepat pulang ke rumah lagi. Dan tebak, siapa yang berperan besar untuk menyediakan suplemen itu? Yup, istri. Anak-anak bangun dengan riang, karena ada ibu yang memeluknya saat ia terbangun. Suami yang setengah hati berangkat kerja menjadi bersemangat karena ada istri yang menyiapkan perlengkapan dan sarapan. Anak-anak yang rewel bisa tenang karena ada ibu yang sabar melayani mereka. Ah, hebat nian wanita bernama istri dan ibu itu. Begitu besar kendalinya untuk kebahagiaan suami dan anak-anak. Dan begitu besar inginku untuk bisa sehebat itu. Semoga. Love u, all my pirates.....

Harta Karun Si Kecilku

Image
Beberapa minggu belakangan ini, jagoan kecilku punya kesibukan baru. Mengumpulkan aneka barang lalu menyimpannya di dalam kantong plastik atau goodie bag daur ulang. Isinya, macam-macam. Ada balok lego, tutup gelas plastik, kertas bekas, bolpen yang tidak ada isinya, krayon patah, magnet buah kulkas, bungkus snack, mangkuk plastik, dan sederet benda "menakjubkan" lainnya. Bahkan kaus kesayangannya juga disimpan bersama benda-benda tersebut. Lalu tas harta karun itu akan dipegang dan dibawa ke sana-sini. Saat makan, tas harta karun di tangannya. Waktu mandi, tas digantung di kamar mandi. Ketika main, tas ditenteng sana-sini. Lagi nonton, si tas keren itu duduk di pangkuannya. Bahkan saat tidur, tas plastik itu setia menemaninya. Benar-benar bak harta karun, sangat berharga dan tak boleh disentuh siapa pun. Apa ini karena keseringan nonton kartun Jake and the Neverland Pirates ya? Hehe... Ada-ada saja memang tingkah si kecilku ini. Tapi mungkin inilah saatnya dia belajar