Sekolah Ibu

Sudah semakin dekat waktu untuk menentukan sekolah dasar bagi Farrel. Tidak mudah ternyata untuk memutuskan mana yang paling baik. Di sini, sekolah negeri memberikan syarat umur minimal 6 tahun 9 bulan serta wajib bisa baca. Kalau persyaratan ini tak terpenuhi, siap-siap "beli bangku". Angkanya, cukup fantastis menurutku karena setahuku SD negeri tidak mengenal "uang bangku" (seharusnya). Kalau untuk sekolah swasta, pilihan lumayan banyak. Tapi, sekali lagi, sepertinya uang selalu bisa bicara. Makin "bagus" sekolahnya, makin tinggi bayarannya. Pusing.


Jadi teringat sekolah tempat ibunda tersayang mengabdi, sebuah SDN nun jauh di pelosok Sumatera Barat. Untuk ukuran di "kampung", secara fisik sudah bagus. Dan yang paling top menurutku adalah pengelolaan sekolahnya. Tidak ada yang namanya uang masuk, uang gedung, atau uang bangku di sana. Tidak ada persyaratan wajib bisa baca baru boleh bersekolah di sana. Jadi tidak harus pintar dulu, baru bisa bersekolah ^-^. Setiap siswa, tanpa kecuali, tidak perlu membeli buku teks pelajaran karena sekolah meminjamkan buku satu paket lengkap selama belajar di sana. Orang tua siswa cukup menyediakan peralatan menulis. Dananya berasal dari bantuan operasional sekolah. Setiap rupiahnya benar-benar digunakan untuk keperluan sekolah dan siswa. Beruntungnya anak-anak yang bersekolah di sana. Mau kaya atau miskin, bisa tenang. Tidak banyak ini-itu yang membuat sekolah semakin tak jelas fungsinya. Soal prestasi? Anak didik di sekolah ini sering ikut olimpiade mata pelajaran dan aneka lomba lain di tingkat provinsi dan nasional. Tingkat kelulusan 100 persen dengan nilai sangat baik. Ekstrakurikuler keagamaan dan umum pun ada.


Betapa menggiurkan bersekolah di sana. Sekolah sederhana yang tidak materialistis tapi mampu mendidik anak-anak dengan baik. Kalau di kota tempatku berada, sepertinya anak harus pintar dulu, baru bisa bersekolah. Bisa baca dan berhitung dulu, baru bisa masuk sekolah. Ada memang sekolah yang tidak memberikan persyaratan wajib bisa baca. Tapi melihat beban LKS dan pelajaran yang berat, anak-anak mau tak mau harus bisa baca dalam waktu singkat. Kalau tidak, mereka akan ketinggalan dibandingkan dengan teman-temannya yang sudah bisa membaca. Belum lagi soal biaya yang menguras kantong.


Tentu saja, aku tidak akan menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya pada sekolah. Yang pasti, keluarga atau rumah adalah tempat pendidikan utama dan pertama. Namun, pastinya sekolah akan tetap mempunyai andil dalam perjalanan pendidikan anak, kecuali kalau orang tua memilih homeschooling untuk proses pendidikan anak. Karena itu, memilih sekolah bukan hal gampang, menurutku. Berharap, akan ada pencerahan secepatnya. Aamiin.

Comments

Popular posts from this blog

MENJEMPUT REZEKI

Pulang Kampuang (2)

Semoga Nanti, Masih Ada Kapal ke Padang