PERASA




            Suatu kali, saya sempat membaca tulisan seorang penulis terkenal tentang sosok wanita. Katanya, jika sedang sakit hati atau marah, wanita paling mudah melupakan kebaikan orang lain, terutama dari orang yang membuatnya marah. Dia mencontohkan sebuah kisah tentang seorang budak perempuan bernama Al-Barmakiyah. Budak itu dibeli oleh Mu’tamad ibn Ibad, seorang raja di Maghribi. Selanjutnya budak tersebut dibebaskan dan dijadikan permaisurinya. Suatu ketika, Al-Barmakiyah, yang telah menjadi ratu tersebut, melihat budak-budak perempuan kecil yang sedang bermain lumpur. Dia terkenang dengan masa lalunya dan tiba-tiba ingin bermain lumpur seperti mereka. Sang raja yang mengetahui keinginan istrinya itu langsung membuatkan kolam berlumpur sehingga sang permaisuri bebas bermain sesukanya di kolam tersebut. Betapa raja sangat ingin membahagiakan istrinya. Namun, suatu saat sang istri marah besar kepada raja, lalu mengucapkan kata-kata yang kasar: “Aku tidak pernah melihat cahaya kebaikan pada dirimu sedikit pun!” Padahal, sang suami baru saja membuatkan kolam untuk menyenangkannya.

            Awalnya, saya merasa sedikit jengah membacanya. Mungkin kasus tersebut memang ada, tapi barangkali jumlahnya sangat sedikit dibandingkan jumlah wanita. Akan tetapi, setelah berpikir dan terus berpikir, saya jadi berpikir ulang tentang kesimpulan saya itu. Untuk wanita yang terhitung dekat dengan saya saja, hampir sebagian besar pernah melontarkan kalimat-kalimat senada maknanya dengan kalimat Al-Barmakiyah tadi. Secara pribadi, sejujurnya, ternyata saya juga pernah mengucapkannya. Teman-teman wanita yang pernah saya kenal, tidak sedikit yang juga pernah mengeluarkan kalimat serupa. Wah, ternyata jumlahnya memang tidak sedikit.

            Akan tetapi, alangkah baiknya, jika kita mau menengok apa yang sebenarnya ada pada diri wanita sehingga memungkinkan dia untuk berperilaku seperti itu. Secara kodrati, wanita adalah makhluk Allah yang dianugerahi sebentuk perasaan yang sangat halus. Anugerah ini selanjutnya berguna sebagai faktor pendukung tugas mereka sebagai seorang pendidik utama di keluarga. Mererka memiliki cinta dan kelembutan yang merupakan modal penting dalam sebuah pendidikan.

            Di sisi lain, wanita juga dianugerahi suatu hormon yang sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal tubuhnya. Misalnya pada saat menstruasi, hormon tersebut diproduksi dalam jumlah yang lebih banyak. Kuantitas ini selanjutnya mempengaruhi pola perilaku wanita. Dia menjadi lebih perasa, mudah tersinggung, mudah marah, atau mudah menangis. Kondisi ini bisa menjadi semakin parah jika ditambah oleh tekanan dari lingkungan eksternal, seperti deadline kerja yang mendesak, tugas rumah tangga yang menumpuk, atau  hubungan dengan keluarga lain yang sedikit terganggu. Lengkap sudah alasan mengapa wanita menjadi semakin perasa. Diakui atau tidak dan terlihat jelas atau tidak, hal ini ternyata memang ditemui pada wanita.

            Akan tetapi, seperti yang saya kemukakan sebelumnya, sebenarnya perilaku perasa atau sensitif ini adalah modal yang bisa disalurkan agar lebih produktif. Betapa banyak kita saksikan keberhasilan para wanita di rumah tangga, tempat kerja, dan di lingkungan umum karena didukung oleh modal ini. Dia mampu menempatkan perasaan itu secara proporsional. Dia menggunakan sensitivitas itu untuk lebih merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain sehingga lahirlah empati positif. Dengan perasaan yang lebih peka ini juga, wanta mampu membuat kue paling enak, atau membuat rangkaian bunga yang sangat cantik dan beragam hasil karya seni lainnya.

            Nyata sekali, kalau sebenarnya ‘sosok perasa’ merupakan salah satu anugerah terbaik dari Allah untuk para wanita. Dan selanjutnya yang paling penting adalah bagaimana menempatkan sensitivitas itu pada tempat yang tepat. Jadi jangan takut menjadi sosok wanita perasa karena perasa itu indah…..

Avien, Klp.Gading 17 Feb “05

Comments

Popular posts from this blog

MENJEMPUT REZEKI

Pulang Kampuang (2)

Semoga Nanti, Masih Ada Kapal ke Padang