Bangga Padamu, Nak
Suatu siang di sebuah pusat perbelanjaan di Kemang. Ada pameran mainan Iron Man. Anak-anak berlarian di antara mainan dan replika robot yang sedang booming itu. Tiba-tiba, anakku mengambil sesuatu.
Abang: Bun, mau beli ini
Bunda: Apa itu, Bang?
Abang: Pesawat (Kuperhatikan lebih dekat mainan itu. Pesawat kecil dari bahan plastik. Harganya, 250 ribu.)
Bunda: Nggak usah ya, Bang. Harganya mahal banget. Mending uangnya buat yang lain.
Abang: Nggak. Maunya ini.
Lalu terjadilah peristiwa yang dramatis hehe....Si abang tetap memegang mainannya. Sama sekali tak mau melepaskannya. Aku berusaha meminta dengan cara baik-baik. Pegangannya semakin kencang. Kukeluarkan segala argumentasi yang kuharap bisa menyentuhnya. Dia tetap keukeh. Akhirnya kukeluarkan kalimat penutup:
"Bunda nggak mau beliin mainan itu. Harganya mahal. Dan bunda nggak mau beli mainan mahal. Mending kita beli buku aja ya. Sekarang kita makan dulu."
Sambil tanganku mengambil mainan itu dari tangannya dengan cepat. Anakku menangis dan menjerit-jerit. Banyak pandangan tertuju pada kami. Suamiku menggendong si abang yang masih menangis. Aku mencoba mengalihkan perhatiannya dengan menanyakan makanan apa yang dia suka. Jawabnya: nggak mau makan, nggak mau minum. Maunya mainan. Kami hanya tersenyum-senyum. Selama di tempat makan, muka si abang cemberut. Sesekali, aku dan suami mencoba untuk memberi pengertian. Dia tetap marah. Namun, akhirnya dia makan (pastinya karena kelaparan juga) dengan sebuah janji: beli buku Iron Man.
Dalam perjalanan pulang, kemarahan karena tidak dibelikan mainan ditutup dengan senyum bahagia saat memilih buku mewarnai bergambar tokoh film itu. Si abang bahagia. Aku dan suami tak kalah senang pastinya. Betapa tidak? Anak sulungku mau belajar untuk memahami mana yang perlu dan mana yang tidak. Meski tidak mudah, tapi aku yakin apa yang kami sampaikan terekam di otaknya. Semoga ini akan mempengaruhi perilakunya kelak. Dan sebagai orang tua, ternyata memang tidak mudah juga menanamkan sesuatu yang menurut kita baik kepada anak-anak. Contohnya ya yang baru saja kami alami. Mendengar tangisan dan jeritan anak sambil menahan malu karena dilihat berpasang-pasang mata. Pastinya, belum tentu semua orang memaklumi apa yang terjadi. Yang terlihat adalah anak kecil menangis di depan orang tuanya. Tapi hasilnya, happy ending. Si abang memamerkan gambar robot yang telah diwarnainya, persis seperti stiker-stiker indah yang ditemukannya di buku itu. Semuanya, Rp 14.500. Alhamdulillah, kami semakin sayang padamu, Nak.
Comments