Lihat Aku, Bunda
Karena merasa punya waktu yang sangat terbatas untuk membaca dan menulis, aku punya trik agar tetap bisa melakukan hobiku itu. Salah satunya adalah membaca atau menulis di saat menggendong dan menyusui bayiku yang baru berusia lima bulan. Agak repot sebenarnya karena agak mengurangi kenyamanan si kecil. Tapi apa daya, aku harus mencari celah di antara waktu yang sempit. Awalnya, tak bermasalah dan berhasil. Aku bisa melakukan yang kusuka, sementara si kecil asyik-asyik saja.
Namun, belakangan timbul masalah. Bayiku tersayang mulai memprotes aktivitasku ini. Dia mulai sering menangis kalau aku membaca sambil menggendongnya. Atau dia tiba-tiba berhenti menyusu ketika aku sibuk menulis sesuatu. Wajahnya mulai tak ramah. Cemberut. Tanpa senyum. Lebih parah lagi, kadang dia menangis sekencang-kencangnya.
Aku jadi berpikir. Sepertinya ada yang salah dengan apa yang kulakukan selama ini. Menggendong sambil membaca. Menyusui sambil menulis. Ah, aku jadi merasa bersalah. Bayiku jadi tidak menikmati kesenangannya saat digendong dan disusui. Hanya karena keinginanku untuk memuaskan hasrat membaca dan menulis.
Maaf, ya, Nak. Bunda akan memperbaiki semuanya. Biarlah aku mengalah untuk kasihku tersayang ini. Dan hasilnya, si kecilku kembali bahagia. Suatu waktu, saat menyusu, dia tiba-tiba berhenti. Memandangiku dengan mata bintang kejoranya yang indah. Bibirnya tersenyum manis sambil menggumamkan sesuatu. Dia sedang berbicara padaku, sepertinya. Kira-kira dia bilang begini:
"Makasih, ya, Bunda. Udah nggak nulis atau baca lagi pas nyusuin aku. Bunda baik, deh. Aku sayang Bunda."
Oh, Muhammad Akram Avicenna, semakin cinta padamu.....
"Makasih, ya, Bunda. Udah nggak nulis atau baca lagi pas nyusuin aku. Bunda baik, deh. Aku sayang Bunda."
Oh, Muhammad Akram Avicenna, semakin cinta padamu.....
Comments