Aku, Lada, dan Cemburu
Perlukah ada cemburu dalam sebuah pernikahan? Sepertinya perlu, menurut saya. Dalam takaran yang pas pastinya. Seumpama peran lada dalam masakan (di luar kue dan puding ato es campur serta teman-temannya). Tidak wajib memang ada lada. Tapi kalau masakan dibubuhi lada, rasanya akan lebih segar. Sensasinya bisa beda. Sedikit saja, tak perlu berlebihan. Kalau berlebihan, malah bisa mengundang penyakit.
Begitu pula cemburu, lagi-lagi ini menurut saya. Sedikit cemburu sepertinya bisa membuat hubungan terasa lebih hangat. Kenapa begitu? Ya, saya pikir, pada saat cemburu muncul, secara tak langsung ada perasaan yang dirasakan, tapi mungkin tak terucap. Seperti, aku sayang sama kamu. Kamu itu istri/suamiku yang sah. Aku tak mau kamu berpaling pada yang lain, meski sejenak. Kamu sangat berharga bagiku. Kamu adalah milikku yang cantik/tampan, yang tidak boleh digoda oleh yang lain. Dan seterusnya. Gombal, ya? Tapi senang kan ya, merasa dicemburui karena dicintai?
Coba, kalau cemburu nol persen? Pasangan mau ngapain, ya biasa saja. Mau pergi sama siapa, ya silakan saja. Sepertinya, asyik-asyik saja. Tapi, menurut saya, itulah masakan yang tanpa lada. Biasa saja. Tidak ada sensasi hangat. Mungkin enak-enak saja dinikmati. Tapi, bukankah lebih nikmat, jika setelah makan, masih ada rona merah wajah karena ada lada? Sedikit pedas, tapi bergairah.
Jadi, kalau mau cemburu, teruskan sajalah. Sedikit saja, tapi. Biar si dia tahu, kalau cinta itu benar-benar ada. Sekali lagi, ini menurut saya saja, hehehe...... Mungkin karena saya suka lada...^-^
Comments