Ada Surga di Hati Kita




Baru saja mau mengajak keluarga untuk menonton film baru bertajuk "Ada Surga di Rumahmu" setelah membaca komentar dari seorang penulis favorit, eh muncul "sesuatu" di Facebook. Katanya, jangan tonton film dengan judul itu. Itu produk orang syiah. Yang menyokong dananya orang syiah. Jangan menambah pundi-pundi orang syiah. Kalau isinya bukan tentang syiah, tetap jangan ditonton. Soalnya yang bikin orang syiah. Saya cuma melongo dan pastinya sambil berpikir. Pertama, karena sampai sekarang saya belum menonton film itu. Kedua, karena penasaran, saya mencari informasi yang ditulis oleh orang yang sudah menonton film itu. Penting nih, mencari informasi dari orang yang sudah menonton. Kalau hanya mengandalkan komentator yang belum menonton, nanti malah tambah bingung.

Terus isi filmnya gimana? Sejauh yang saya baca, ceritanya tentang bakti anak kepada orang tua dengan segenap scene yang indah dan menggugah. Lha, oke dong kalau gitu? Eits, tunggu dulu. Katanya lagi, kalau isinya bagus tapi didanai orang syiah ya tetap jangan nontonlah. Untungnya, saya akhirnya menemukan klarifikasi dari ustadz yang terlibat langsung dalam film tersebut. Intinya, kata beliau, film ini hanya untuk mengingatkan kita soal peluang kebaikan yang sebenarnya sangat dekat dengan kota, yakni berbakti kepada orang tua. Tak ada misi lain. Nahhhh...

Soal benar atau tidaknya info yang saya dapat, saya tak bisa memberi jaminan apa pun. Secara pribadi saya cuma berpendapat, ayo kita manfaatkan perangkat informasi yang ada. Kalau ada berita, apalagi berita sensitif kayak begini, ayolah kita cari info sebanyak-banyaknya. Toh, kita punya otak yang punya fungsi menakjubkan untuk berpikir.  Siapa tahu, sekali lagi siapa tahu, sesuatu yang seharusnya bisa memberi manfaat justru jadi terbuang karena prasangka yang belum tentu benar.

Saya jadi teringat sebuah film berjudul  "Children of Heaven". Ada yang pernah nontonkah? Di kampus saya, sekitar 10 tahun yang lalu sempat populer sekali. Dan saya termasuk penggemar garis keras film ini. Tentang kakak-adik dari keluarga tak mampu yang bergantian memakai sepatu agar tetap bisa bersekolah. Setiap menonton (saya menonton puluhan kali hehe...), saya bercucuran air mata (aih, ini agak lebay). Filmnya bagussss banget, menurut saya.
Tetiba, suatu hari, ada status yang memperingatkan agar tak menonton film itu lagi. Itu film syiah, katanya. Karena heran, saya tanya kenapa bisa menyimpulkan itu film syiah dan berbahaya ditonton? Beliau, dan komentator lain, menjawab: "Itu kan film dari Iran. Pastinya yang bikin orang syiah. Lihat dong detailnya. Orang memukul-mukul kepala. Simbol syiah bertebaran di film itu. Hati-hati. Pokoknya syiah asli itu." Dan, banyak sekali yang akhirnya menyesal karena pernah menonton film tersebut. Terus saya? Hehe, biasa saja sih. Lho kok bisa biasa saja?

Pertama, saya tidak tahu (atau tidak sadar ya hehe) ada simbol atau kebiasaan syiah dalam film itu. Kedua, yang saya ingat, film ini fokus pada semangat anak dari keluarga miskin yang berusaha tetap bersekolah dengan segala keterbatasan. Tidak ada hantu pocong. Tidak ada pameran dada dan paha. Tidak ada kekerasan. Tidak ada makian. Cuma itu. Jadi, rasanya saya tidak perlu ikut menyesal pernah menonton film ini. Seperti halnya menonton Barney, yang sarat dengan hal-hal baik. Barney adalah produk Barat, yang saya tidak tahu penyokong dana atau orang-orang di belakang layarnya. Tapi saya dan anak-anak banyak sekali belajar dari film dinosaurus ungu ini. Belajar tertib, menghormati hak orang lain, semangat belajar, belajar kata-kata dalam bahasa asing serta berhitung, dan seterusnya.

Jadi, setelah menulis sepanjang ini, poin pentingnya apa toh, mbak? Hehe.....jadi bingung sendiri kalau ditanya begitu. Ya, standard aja, sih. Sebagai makhluk ciptaan Allah yang bisa berpikir, wajib sekali bagi kita untuk belajar memilah informasi yang didapat. Cari informasi yang valid dari orang yang terpercaya. Terus, belajar berkomentar santun dan santai (khususon buat diri sendiri nih hihi). Jangan sampai karena prasangka yang belum tentu benar, kita jadi rugi sendiri. Jangan sampai kita ikut mematikan film yang sebenarnya jauh lebih bermanfaat dari kebanyakan film yang banyak diputar sekarang ini. Atau, kalau memang film ini "berbahaya", berilah argumentasi yang cerdas dan bukti nyata yang meyakinkan. Tentu, ini tugas utama untuk orang-orang dengan tingkat keilmuan yang mapan. Bukan saya, tentunya. Dan saya tentu ikut bangga saat memiliki teman-teman yang pintar dan baik hati. Jadi, masih mau nonton film "Ada Surga di Rumahmu"? Masih ingin, tapi tidak tahu kapan. Sekarang, saya mau menonton Masha aja dulu. Eits, itu kan film dari Rusia? Komunis kan? Hihihi.....kaleeeeemmmmm...

Comments

Popular posts from this blog

Bangga Padamu, Nak

WARNA-WARNI JAGOANKU